Click 3

Thursday, 22 August 2013

“Makhluk Bagaimana” vs “Makhluk Mengapa”



Monyet2 dalam kandang diatas hanya sekedar melakukan suatu tindakan yang sudah biasa dilakukan oleh generasi sebelumnya, tanpa pernah menanyakan mengapa hal itu dilakukan.
Monyet baru hanya protes pada awalnya, dengan mencoba naik tangga lagi. Namun karena kemudian monyet itu kalah dominasi, selesai sudah. Dia tidak pernah mencoba untuk naik tangga lagi dan tidak pernah bertanya mengapa demikian...., dengan bahasa monyet tentu saja. Malah kemudian monyet baru itu pun ikut mendukung kebiasaan yang telah ada dalam kandang....
Dan jika ada generasi monyet yang lahir dalam kandang, pastilah dia sudah terdidik untuk melakukan kebiasaan itu sejak kecil.... Saat dewasa pun, dia tidak akan pernah mencoba untuk mengambil pisang.
Jadi, monyet2 dalam kandang itu adalah “makhluk bagaimana”, mereka hanya tahu bagaimana cara melakukan sesuatu. Mereka hanya melakukan sesuatu dengan cara yang sama dengan generasi sebelumnya, yaitu tidak mengambil pisang tanpa perlu tahu sebab dan akibatnya. Dan mereka patuh..., Sungguh monyet2 yang pintar....
Dalam hidup ini, kita sering melakukan apa yang dilakukan oleh monyet2 dalam kandang tersebut. Yaitu, pemikiran kita yang hanya sekedar mengikuti dan menganggap benar pola pikir yang sudah ada. Kita hanya melakukan apa yang telah dilakukan oleh generasi2 sebelum kita. Dan ternyata, sebagian besar dari kita adalah “makluk bagaimana”....
Hal itu terjadi dalam kehidupan kita tanpa kita sadari. Karena memang lingkungan kita, orang2 disekitar kita melakukan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan dari generasi ke generasi, dan dianggap sebagai kebenaran. Sudah menjadi tradisi yang mendarah daging.
Dan saat kita melakukan itu semua, parasut kita tak kan pernah terbuka. Kita sudah terbawa arus kebiasaan. Dalam menghadapi apa yang ada di lingkungan kita..., pikiran kita hanya sampai pada pertanyaan “bagaimana” cara melakukannya saja. Sehingga yang kita dapatkan ya hanya sesuatu yang tradisional, prosedural dan turun temurun....
Lain halnya jika kita menjadi “makhluk mengapa”, makhluk yang ingin tahu mengapa demikian.... Dan jika kita menghadapi suatu kebiasaan, kemudian muncul keingintahuan “mengapa demikian...?” maka akan muncul seabrek pertanyaan berikutnya yang membutuhkan jawaban, seperti “benarkah demikian...? bagaimana seharusnya...? sejak kapan...? dll..?”.
Dengan mencari jawaban dari pertanyaan2 itu, maka parasut kita akan terbuka. Dan kita akan mendapatkan jawaban2 mendasar yang biasanya mengagetkan dalam kehidupan ini. Jawaban2 yang seolah-olah melawan arus kebiasaan yang sudah ada selama ini....
Semakin banyak jawaban yang kita dapatkan atas fenomena2 di sekitar kita, semakin paham pula kita terhadap kehidupan dan kebiasaan yang ada. Sehingga semakin banyak pula hal2 bermanfaat yang bisa kita lakukan demi kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Bukan hanya sekedar mengikuti cara dan pola pikir yang sudah ada....

1 comment:

  1. Sdh menjadi ilmu tingkah... pdhal sebetulnya salah kaprah...

    ReplyDelete