Monyet2 dalam kandang
diatas hanya sekedar melakukan suatu tindakan yang sudah biasa dilakukan oleh
generasi sebelumnya, tanpa pernah menanyakan mengapa hal itu dilakukan.
Monyet baru hanya protes
pada awalnya, dengan mencoba naik tangga lagi. Namun karena kemudian monyet itu
kalah dominasi, selesai sudah. Dia tidak pernah mencoba untuk naik tangga lagi
dan tidak pernah bertanya mengapa demikian...., dengan bahasa monyet tentu
saja. Malah kemudian monyet baru itu pun ikut mendukung kebiasaan yang telah
ada dalam kandang....
Dan jika ada generasi
monyet yang lahir dalam kandang, pastilah dia sudah terdidik untuk melakukan
kebiasaan itu sejak kecil.... Saat dewasa pun, dia tidak akan pernah mencoba
untuk mengambil pisang.
Jadi, monyet2 dalam
kandang itu adalah “makhluk bagaimana”, mereka hanya tahu bagaimana cara
melakukan sesuatu. Mereka hanya melakukan sesuatu dengan cara yang sama dengan
generasi sebelumnya, yaitu tidak mengambil pisang tanpa perlu tahu sebab dan
akibatnya. Dan mereka patuh..., Sungguh monyet2 yang pintar....
Dalam hidup ini, kita
sering melakukan apa yang dilakukan oleh monyet2 dalam kandang tersebut. Yaitu,
pemikiran kita yang hanya sekedar mengikuti dan menganggap benar pola pikir
yang sudah ada. Kita hanya melakukan apa yang telah dilakukan oleh generasi2
sebelum kita. Dan ternyata, sebagian besar dari kita adalah “makluk bagaimana”....
Hal itu terjadi dalam
kehidupan kita tanpa kita sadari. Karena memang lingkungan kita, orang2
disekitar kita melakukan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan dari generasi ke
generasi, dan dianggap sebagai kebenaran. Sudah menjadi tradisi yang mendarah
daging.
Dan saat kita melakukan
itu semua, parasut kita tak kan pernah terbuka. Kita sudah terbawa arus
kebiasaan. Dalam menghadapi apa yang ada di lingkungan kita..., pikiran kita
hanya sampai pada pertanyaan “bagaimana” cara melakukannya saja. Sehingga yang
kita dapatkan ya hanya sesuatu yang tradisional, prosedural dan turun temurun....
Lain halnya jika kita menjadi
“makhluk mengapa”, makhluk yang ingin tahu mengapa demikian.... Dan jika kita
menghadapi suatu kebiasaan, kemudian muncul keingintahuan “mengapa demikian...?”
maka akan muncul seabrek pertanyaan berikutnya yang membutuhkan jawaban,
seperti “benarkah demikian...? bagaimana seharusnya...? sejak kapan...? dll..?”.
Dengan mencari jawaban
dari pertanyaan2 itu, maka parasut kita akan terbuka. Dan kita akan mendapatkan
jawaban2 mendasar yang biasanya mengagetkan dalam kehidupan ini. Jawaban2 yang
seolah-olah melawan arus kebiasaan yang sudah ada selama ini....
Semakin banyak jawaban
yang kita dapatkan atas fenomena2 di sekitar kita, semakin paham pula kita
terhadap kehidupan dan kebiasaan yang ada. Sehingga semakin banyak pula hal2
bermanfaat yang bisa kita lakukan demi kesejahteraan dan kemajuan peradaban.
Bukan hanya sekedar mengikuti cara dan pola pikir yang sudah ada....
Sdh menjadi ilmu tingkah... pdhal sebetulnya salah kaprah...
ReplyDelete