Jadi dapat kita lihat
bahwa makluk mengapa lebih tinggi pencapaiannya daripada makhluk bagaimana. Dan
untuk dapat mencapai derajad makhluk mengapa kita membutuhkan transfer
pengetahuan dari generasi yang terdahulu.
Oleh karena itulah
dibentuk sekolahan untuk melakukan transfer pengetahuan tersebut. Trasfer
dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang pengetahuan dan pemahaman yang
sudah ada, baik itu teori maupun praktek.
Pengetahuan2 serta
pemahaman2 yang sudah ada mengenai suatu bidang tertentu, biasanya dikumpulkan
menjadi satu yang kemudian disebut dengan ilmu pengetahuan.
Transfer ilmu pengetahuan
yang dilakukan kemudian disebut dengan “pelajaran”, yaitu memberikan ajaran
tentang suatu ilmu tertentu.
Tapi sayang..., sekolahan
saat ini sudah kehilangan fungsi utamanya. Sekolahan bukan lagi tempat untuk
belajar-mengajar. Bukan lagi tempat untuk mendapatkan dan memberikan suatu
pelajaran tentang ilmu yang sudah ada.
Sekolahan sekarang
hanyalah tempat untuk memberikan pendidikan. Ya..., pendidikan yang notabene sama dengan
pelatihan. Sekolahan sekarang hanyalah tempat untuk mendidik/melatih generasi2
berikutnya dengan kebiasaan, cara, dan pola pikir yang sudah ada.
Hasilnya tentu saja
generasi2 yang terdidik dan terlatih, bukan terpelajar. Hasilnya adalah makhluk
bagaimana, bukan makhluk mengapa....
Terdidik untuk apa...?
Bekerja...!
Terlatih untuk apa...?
Bekerja...!
Sekolahan saat ini
merupakan tempat untuk mencetak tenaga kerja terdidik. Tanpa sekolah, anda
tidak dapat ijazah. Tanpa ijazah, anda susah dapat kerja. Tanpa kerja, anda
susah dapat duit.... tanpa duit....
Jadi siklus makhluk
bagaimana hanyalah : lahir, bermain, sekolah, lulus, BEKERJA, DIBAYAR, berkeluarga,
mati !!!
Intinya hanyalah uang “bekerja
dan dibayar”. Tanpa itu, buat apa sekolah. Tanpa itu, akan repot berkeluarga.
Tapi tanpa itu tetap akan mati..... :-)
Benarkah demikian...?
Bagaimana seharusnya...? Mengapa demikian...?
Adakah diantara anda yang
sekolah untuk belajar dan menuntut ilmu...?
Mengapa sekolahan yang
dulunya berguna untuk mencetak makhluk mengapa yang terpelajar, sekarang jadi
mencetak makhluk bagaimana yang terlatih...? Apakah ini suatu kesalahan yang
tanpa disengaja, atau justru malah disengaja seperti itu...?
Pernah nonton film “3
idiots”....?
Ya, terlatih itu hanyalah
seperti seekor singa yang terlatih bermain sirkus. Melompat kesana kemari
karena takut dicambuk pelatihnya.
Jika terlatih hanya
seperti itu, buat apa sekolah lama2....?
Ini jalan pemikiran yang brilian. Sekolah hanya dicekoki rumus-rumus, diajar bagaimana, bukan diajar mengapa. Guru bukan lagi sebagai pendidik, tetapi sudah menjadi pengajar. Generasi yang dihasilkan adalah generasi taklit, pikirannya terfragmentasi oleh kebiasaan yang sudah ada. Mereka tidak pernah keluar kandang.
ReplyDeleteayo saudara2 bangun dari tidur kita , mari menyadari keberadaan dunia pendidikan indonesai saat ini , sya sangat prihatin , sampai kapan ini akan berlangsung , MARI KITA MERUBAH PARADIGMA LAMA KITA ( yg hanya sekedar menjadi makhluk BAGEMANA ) DAN MENCIPTAKAN PARADIGMA BARU ( menjadi makhluk MENGAPA yg lebih cerdas ) , biar generasi penerus bangsa ini tdk smakin terpuruk ,
ReplyDeletehilangkan kefanatikan yang hingga mendarah daging untuk mendirikan kebenarannya sendiri tanpa mau mempelajari dan membuka pola pikir yang objektif demi menemukan kebenaran yang sejati..
ReplyDeleteitu juga demi kedamaian bersama...
salam sejahtera MMM..
Mulailah dari diri kita sendiri..
ReplyDeleteDidiklah hati dan kerja kita sesuai pengakuan dan janji kita.... siap ph siap transfer... siap gh siap konfir...
Bismillah...MMM LUAR BIASAAAAAA!!!!
ReplyDelete